Rabu, 08 Juli 2015

Referensi


Apa itu imunisasi MMR?
Imunisasi MMR adalah imunisasi untuk mencegah 3 penyakit yaitu Mumps (gondongan, parotitis), Measles (campak,morbili, rubeola) dan Rubela.
Dari ketiga penyakit diatas, rubela adalah penyakit yang ditakuti karena dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil. Sehingga pemberian imunisasi MMR sangat dianjurkan terutama pada anak perempuan. Bila seorang ibu hamil terkena rubela maka bayinya dapat terkena sindrom rubela kongenital yang ditandai adanya kelainan jantung, gangguan pendengaran dan kelainan mata pada bayinya.

Vaksin MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering yang mengandung virus hidup, harus disimpan pada temperatur 2-8oC  atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam setelah dicampur dengan pelarutnya.
Pemberian imunisasi MMR
Imunisasi MMR diberikan lewat suntikan intarmuskular (ke dalam otot) atau subkutan (suntikan dibawah kulit). Imunisasi MMR diberikan pada anak umur 12-18 bulan.

Rekomendasi
Imunisasi MMR dapat diberikan walaupun ada riwayat sudah terkena penyakit campak, gondongan atau rubela atau sudah pernah di imunisasi campak. Tidak ada efek imunisasi yang terjadi pada anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi terhadap salah satu atau lebih dari ketiga penyakit ini.
Efek samping imunisasi MMR
Setelah imunisasi MMR dapat terjadi demam, muncul ruam, anak lesuh yang sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi yang berlangsung selama 2-3 hari.
Kejang demam timbul pada 0,1% anak. Ensefalitis (radang otak) terjadi pada <1/1.000.000 dan pembengkakan kelenjar parotis.



 Siapa yang tidak boleh diimunisasi MMR?
  • Anak yang menderita kanker yang tidak diobati.
  • Anak yang mendapat obat yang menurunkan respon imun atau steroid dosis tinggi.
  • Anak dengan alergi berat terhadap gelatin atau obat neomisin
  • Anak dengan demam akut
  • Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain. Imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir.
  • Anak yang baru saja mendapat transfusi darah (whole blood) dalam 3 bulan terakhir.
  • Anak yang baru saja mendapat terapi imunoglobulin.
  • Disebabkan oleh karena komponen rubela, wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah imunisasi MMR.
Autisme adalah suatu bagian dari spektrum gangguan tumbuh kembang yang ditandai dengan gangguan interaksi sosial, komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas dan berulang. Autisme tersering mulai terdeteksi pada usia 18-30 bulan, kebanyakan pada anak laki-laki. Penyebab autisme belum diketahui secara pasti, namun para ahli berpendapat bahwa proses yang menyebabkan autisme dimulai sejak sebelum lahir, dan faktor genetik diduga berperan dalam hal ini, salah satunya dengan adanya struktur otak abnormal yang ditemukan sejak bayi masih dalam kandungan pada masa awal kehamilan. MMR adalah suatu vaksin yang memberikan perlindungan terhadap penyakit measles (campak), mumps (gondongan/parotitis), dan rubella (campak Jerman). Insiden ketiga penyakit ini masih sangat tinggi di Indonesia, merupakan penyakit infeksi yang berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi yang berat bagi anak, dewasa, maupun ibu hamil, dan dapat menimbulkan cacat permanen. Jadwal pemberian pertama vaksinasi MMR adalah usia 15-18 bulan, sedikit sebelum usia tersering autisme terdeteksi (18-30 bulan). Kebetulan ini seringkali membuat orangtua salah memahami dan menduga bahwa vaksinasi MMR-lah penyebab autisme yang terjadi pada putra atau putrinya. Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah bahwa MMR berkaitan dengan autisme. Kehebohan bahwa vaksinasi MMR menyebabkan autisme dilatarbelakangi oleh laporan Dr. Andrew Wakefield dan kawan-kawan tahun 1998, yang meneliti 12 anak dengan penurunan kemampuan tumbuh kembang. Pada saat itu orangtua diminta mengingat apakah anak pernah diberikan vaksin MMR. Hanya berdasarkan data beberapa anak inilah Wakefield melaporkan adanya kaitan antara imunisasi dengan autisme. Saat ini para penulis lain yang saat itu ikut berpartisipasi dalam publikasi artikel tersebut, sudah mengeluarkan pernyataan menarik kembali tulisan mereka. Wakefield menolak menarik kembali tulisannya dan mendapat sanksi dari Konsil Kedokteran atas tulisan yang “tidak jujur” dan “tidak bertanggung jawab”. Selain itu baru diketahui bahwa beberapa tahun sebelum penelitian dipublikasikan, Wakefield pada tahun 1996 menerima sejumlah uang dari beberapa pengacara yang berencana menuntut produsen vaksin MMR, untuk membiayai penelitian tersebut, sehingga tentu objektivitas penelitian diragukan. Saat ini kasus Wakefield MMR dan autisme ini sedang dalam proses pengadilan. Suatu penelitian baru dapat dipercaya apabila hasilnya sama saat dilakukan kembali oleh berbagai peneliti. Sejak penelitian Wakefield, puluhan penelitian skala besar selanjutnya sama sekali tidak menemukan antara MMR dengan autisme. Suatu penelitian tahun 2002 pada 537.303 anak yang lahir di Denmark antara 1991-1998 sama sekali tidak menemukan perbedaan tingkat autisme pada 440,655 anak yang divaksinasi MMR dan yang tidak. Penelitian di British Medical Journal awal tahun 2011 ini juga menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan insiden autisme saat ini dibandingkan dengan saat MMR belum diberikan. The Telegraph, surat kabar Inggris, mengatakan bahwa kejadian ini merupakan suatu ‘teror’ kesehatan yang konyol dan tidak perlu terjadi dalam sejarah kedokteran. Yang jelas, isu ini telah dan menimbulkan ketakutan yang tidak perlu baik di kalangan orangtua maupun para dokter anak. Tingkat imunisasi MMR terjun bebas (Gambar 1), dan sebagai konsekuensinya insidens penyakit yang seyogyanya dilindungi oleh MMR mendadak melejit, salah satunya campak (Gambar 2). Gambar 1 Gambar 2 Perlindungan bagi anak dan komunitas merupakan tanggung jawab bersama. Seorang anak yang diimunisasi bukan hanya melindungi dirinya sendiri, namun juga anak-anak lain di lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya dari risiko komplikasi penyakit yang berat. Jadi, untuk para ayah dan ibu, semoga tidak khawatir lagi untuk melindungi anak dari campak (measles), gondongan (mumps), dan campak Jerman (rubella).

Jawaban TanyaDok.com di : http://www.tanyadok.com/anak/benarkah-vaksin-mmr-membuat-autisme
Apakah yang dimaksud dengan Thimerosal atau Merkuri?
Thimerosal adalah suatu bahan merkuri yang digunakan sebagai pengawet dalam berbagai macam vaksin seperti diphteri, tetanus, dan hepatitis untuk mencegah kontaminasi dari bakteri ataupun organisme lainnya, terutama untuk vaksin yang digunakan secara berulang atau split dose/multidose.
Merkuri yang terdapat dalam Thimerosal (ethyl merkuri) berbeda dengan metil merkuri yang diasosiasikan sebagai material yang bereaksi toxic pada manusia. Dikarenakan sangat terbatasnya informasi mengenai toksisitas dari ethyl merkuri ini tidak berbeda dengan metil merkuri.
Yang menjadi latar belakang kekhawatiran dari penggunaan thimerosal ini sebenarnya adalah kemungkinan terjadinya akumulasi pengguna merkuri dari jenis vaksin yang berbeda.
Sebagai pengawet batas ambang penggunaan thimerosal yang diperbolehkan adalah 0.003%-0.01% dan dalam HB VAX hanya mengandung 0.005%, jumlah yang sangat kecil sekalidan sangat aman.
Sebagai informasi tambahan perlu diingat bahwa vaksin yang mengandung thimerosal sudah digunakan lebih dari 60 tahun diseluruh dunia, membantu menyelamatkan berjuta-juta anak dari ancaman penyakit yang berbahaya tanpa adanya laporan efek samping yang serius dari thimerosal tersebut.
AAP (American Academy Pediatrics) dan WHO (World Health Organization) tetap merekomendasikan pengguanaan vaksin yang mengandung thimerosal sebagai benefit untuk pencegahan penyakit yang berbahaya dibandingkan kekhawatiran yang hanya bersifat teoritis semata terhadap thimerosal.
Ini sumary, handling objection terhadap thimerosal adalah sebagai berikut :
  • Vaksin yang mengandung thimerosal sudah digunakan lebih dari 60 tahun di seluruh dunia.
  • Tidak ada bukti yang scientific tentang bahaya atau resiko dari thimerosal yang terdapat dalam vaksin, hanya kekhawatiran teoritis semaja.
  • Resiko atau bahaya dari infeksi penyakit hepatitis lebih nyata dan jauh lebih berbahaya dibandingkan issue tentang thimerosal.
  • WHO dan AAP tetap merekomendasikan penggunaan vaksin yang mengandung thimerosal ini.
Apakah merkuri dan berapa batasan amannya
Mercuri In Vaccines (Medical Progress-March 2003)
Thimerosal digunakan sebagai pengawet dalam beberapa vaksin, sifat antimikrobanya tergantung dari kandungan kecil ethyl merkurinya sekitar (sekitar 12,5 sampai 25 g untuk dosis standar vaksin pada anak-anak). Para petugas di Amerika sudah membuktikan bahwa level merkuri pada bayi yang diberikan vaksinasi masih berada pada bayi yang diberikan vaksinasi masih berada pada batasan yang aman.
Mereka melakukan study pada 31 bayi berusia 2 bulan, dan 30 bayi usia 6 bulan yang menerima vaksin dengan kandungan merkuri (40) atau vaksin yang bebas merkuri (21)-(hepatitis B dan DpaT, dan untuk beberapa anak termasuk juga Hib). Pemeriksaan dilakukan terhadap terhadap preparat darah, urine maupun kotoran 3-28 hari setelah vaksinasi.
Diantara bayi usia 2 bulan yang diberikan vaksin yang mengandung merkuri, konsentrasi darah yang mengandung merkuri berkisar antara kurang dari 3.75-20.55 nmol/l. Sedangakan pada grup usia 6 bulan adalah kurang dari 7.5 nmol/l.
Grup thimerosal mempunyai tingkat mercury yang lebih tinggi ditemukan pada kotoran, bukan pada urine. Adapun waktu paruh merkuri dalam darah adalah 7 hari.
Merkuri dalam thimerosal diekskresikan atau dikeluarkan secara cepat melalui kotoran bayi. Konsentrasi pada darah setelah vaksinasi sangatlah rendah. Adapun konsentrasi yang aman pada darah adalah 29 nmol.l.
Kesimpulan :
Pemberiaan vaksin yang mengandung merkuri tidak menyebabkan konsentrasi merkuri pada darah yang melewati batas aman pada bayi. Etilmerluri kelihatannya diekskresikan dari darah secara cepat melalui kotoran setelah pemberian vaksinyang mengandung merkuri secara parerenta.


Sebuah pengadilan federal khusus baru-baru ini keluar dengan hukumnya yang thimerosal tidak bertanggung jawab atas menyebabkan autisme, suatu kondisi yang mempengaruhi anak-anak mereka dan keterampilan komunikasi interaktif.

Pengadilan menyatakan simpati terhadap orang tua yang telah berperang ini pertempuran untuk waktu yang lama, tetapi menyatakan bahwa tidak ada koneksi yang telah berhasil dibangun antara autisme dan thimerosal, yang merupakan bahan pengawet yang mengandung merkuri.
Putusan itu oleh pengadilan vaksin, yang merupakan cabang khusus dari Pengadilan Federal AS Klaim. Ini telah dibentuk untuk tujuan penanganan klaim sedemikian rupa sehingga hasilnya dari cedera karena vaksin. Meskipun orang tua berhasil untuk menghasilkan saksi ahli yang menyatakan bahwa merkuri mampu mempengaruhi otak, pengadilan mengesampingkan hubungannya dengan autisme. Namun, penguasa baru ini tidak berarti bahwa perselisihan itu berakhir, karena naik banding ke pengadilan lain dapat dibuat. Masalah ini telah berhasil menciptakan ketakutan tentang vaksin meskipun, dengan beberapa orang tua sekarang memilih untuk menghindari mereka.
Autism Speaks, kelompok advokasi, mengatakan bahwa manfaat dari vaksinasi harus dipertimbangkan atas risiko yang ditanggung yang sedang berbicara tentang, dan sangat dianjurkan orang tua untuk mendapatkan anak-anak mereka divaksinasi. Kelompok ini juga menyebutkan bahwa meskipun pada saat ini belum ada hubungan yang nyata antara autisme dan vaksin, akan mendukung penelitian di bidang ini.
Setelah banjir baru-baru ini peristiwa dan perhatian orang tua di seluruh negeri, thimerosal tidak lagi digunakan sebagai pengawet di hampir semua vaksin yang dibuat di AS.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Z.Tarigan.com | Bloggerized by Jack Tak - Premium Blogger Themes | Grants For Single Moms