Imunisasi MMR adalah imunisasi untuk mencegah 3 penyakit yaitu Mumps (gondongan,
parotitis), Measles (campak,morbili, rubeola) dan Rubela.
Dari ketiga penyakit diatas, rubela
adalah penyakit yang ditakuti karena dapat menimbulkan komplikasi pada ibu
hamil. Sehingga pemberian imunisasi
MMR sangat dianjurkan terutama pada
anak perempuan. Bila seorang ibu hamil terkena rubela maka bayinya dapat
terkena sindrom rubela kongenital yang ditandai adanya kelainan jantung,
gangguan pendengaran dan kelainan mata pada bayinya.
Vaksin MMR
Vaksin MMR merupakan vaksin kering
yang mengandung virus hidup, harus disimpan pada temperatur 2-8oC
atau lebih dingin dan terlindung dari cahaya. Vaksin harus digunakan dalam
waktu 1 jam setelah dicampur dengan pelarutnya.
Imunisasi MMR diberikan
lewat suntikan intarmuskular (ke dalam otot) atau subkutan (suntikan dibawah
kulit). Imunisasi MMR diberikan pada anak umur 12-18
bulan.
Rekomendasi
Imunisasi MMR dapat diberikan walaupun ada riwayat sudah terkena penyakit
campak, gondongan atau rubela atau sudah pernah di imunisasi campak. Tidak ada
efek imunisasi yang terjadi pada anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi
terhadap salah satu atau lebih dari ketiga penyakit ini.
Efek samping imunisasi MMR
Setelah imunisasi MMR dapat terjadi
demam, muncul ruam, anak lesuh yang sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi
yang berlangsung selama 2-3 hari.
Kejang demam timbul pada 0,1% anak. Ensefalitis (radang otak) terjadi
pada <1/1.000.000 dan pembengkakan kelenjar parotis.
- Anak yang menderita kanker yang tidak diobati.
- Anak yang mendapat obat yang menurunkan respon imun atau steroid dosis tinggi.
- Anak dengan alergi berat terhadap gelatin atau obat neomisin
- Anak dengan demam akut
- Anak yang mendapat vaksin hidup yang lain. Imunisasi MMR ditunda lebih kurang 1 bulan setelah imunisasi yang terakhir.
- Anak yang baru saja mendapat transfusi darah (whole blood) dalam 3 bulan terakhir.
- Anak yang baru saja mendapat terapi imunoglobulin.
- Disebabkan oleh karena komponen rubela, wanita hamil tidak dianjurkan mendapat imunisasi MMR dan dianjurkan untuk tidak hamil selama 3 bulan setelah imunisasi MMR.
Autisme adalah suatu bagian dari
spektrum gangguan tumbuh kembang yang ditandai dengan gangguan interaksi
sosial, komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas dan berulang.
Autisme tersering mulai terdeteksi pada usia 18-30 bulan, kebanyakan pada anak
laki-laki. Penyebab autisme belum diketahui secara pasti, namun para ahli
berpendapat bahwa proses yang menyebabkan autisme dimulai sejak sebelum lahir,
dan faktor genetik diduga berperan dalam hal ini, salah satunya dengan adanya
struktur otak abnormal yang ditemukan sejak bayi masih dalam kandungan pada
masa awal kehamilan. MMR adalah suatu vaksin yang memberikan perlindungan
terhadap penyakit measles (campak), mumps (gondongan/parotitis), dan rubella
(campak Jerman). Insiden ketiga penyakit ini masih sangat tinggi di Indonesia,
merupakan penyakit infeksi yang berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi yang
berat bagi anak, dewasa, maupun ibu hamil, dan dapat menimbulkan cacat
permanen. Jadwal pemberian pertama vaksinasi MMR adalah usia 15-18 bulan,
sedikit sebelum usia tersering autisme terdeteksi (18-30 bulan). Kebetulan ini
seringkali membuat orangtua salah memahami dan menduga bahwa vaksinasi MMR-lah
penyebab autisme yang terjadi pada putra atau putrinya. Hingga saat ini, belum
ada bukti ilmiah bahwa MMR berkaitan dengan autisme. Kehebohan bahwa vaksinasi
MMR menyebabkan autisme dilatarbelakangi oleh laporan Dr. Andrew Wakefield dan
kawan-kawan tahun 1998, yang meneliti 12 anak dengan penurunan kemampuan tumbuh
kembang. Pada saat itu orangtua diminta mengingat apakah anak pernah diberikan
vaksin MMR. Hanya berdasarkan data beberapa anak inilah Wakefield melaporkan
adanya kaitan antara imunisasi dengan autisme. Saat ini para penulis lain yang
saat itu ikut berpartisipasi dalam publikasi artikel tersebut, sudah
mengeluarkan pernyataan menarik kembali tulisan mereka. Wakefield menolak
menarik kembali tulisannya dan mendapat sanksi dari Konsil Kedokteran atas
tulisan yang “tidak jujur†dan “tidak bertanggung jawabâ€. Selain itu baru diketahui bahwa beberapa tahun
sebelum penelitian dipublikasikan,
Wakefield pada tahun 1996 menerima sejumlah uang dari beberapa pengacara yang
berencana menuntut produsen vaksin MMR, untuk membiayai penelitian tersebut,
sehingga tentu objektivitas penelitian diragukan. Saat ini kasus Wakefield MMR
dan autisme ini sedang dalam proses pengadilan. Suatu penelitian baru dapat
dipercaya apabila hasilnya sama saat dilakukan kembali oleh berbagai peneliti.
Sejak penelitian Wakefield, puluhan penelitian skala besar selanjutnya sama
sekali tidak menemukan antara MMR dengan autisme. Suatu penelitian tahun 2002
pada 537.303 anak yang lahir di Denmark antara 1991-1998 sama sekali tidak
menemukan perbedaan tingkat autisme pada 440,655 anak yang divaksinasi MMR dan
yang tidak. Penelitian di British Medical Journal awal tahun 2011 ini juga
menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan insiden autisme saat ini dibandingkan
dengan saat MMR belum diberikan. The Telegraph, surat kabar Inggris, mengatakan
bahwa kejadian ini merupakan suatu ‘teror’ kesehatan yang konyol dan tidak
perlu terjadi dalam sejarah kedokteran. Yang jelas, isu ini telah dan
menimbulkan ketakutan yang tidak perlu baik di kalangan orangtua maupun para
dokter anak. Tingkat imunisasi MMR terjun bebas (Gambar 1), dan sebagai
konsekuensinya insidens penyakit yang seyogyanya dilindungi oleh MMR mendadak
melejit, salah satunya campak (Gambar 2). Gambar 1 Gambar 2 Perlindungan bagi
anak dan komunitas merupakan tanggung jawab bersama. Seorang anak yang
diimunisasi bukan hanya melindungi dirinya sendiri, namun juga anak-anak lain
di lingkungan tempat tinggal dan sekolahnya dari risiko komplikasi penyakit
yang berat. Jadi, untuk para ayah dan ibu, semoga tidak khawatir lagi untuk
melindungi anak dari campak (measles), gondongan (mumps), dan campak Jerman
(rubella).
Jawaban TanyaDok.com di : http://www.tanyadok.com/anak/benarkah-vaksin-mmr-membuat-autisme
Jawaban TanyaDok.com di : http://www.tanyadok.com/anak/benarkah-vaksin-mmr-membuat-autisme
Apakah yang dimaksud dengan Thimerosal
atau Merkuri?
Thimerosal adalah suatu bahan
merkuri yang digunakan sebagai pengawet dalam berbagai macam vaksin seperti
diphteri, tetanus, dan hepatitis untuk mencegah kontaminasi dari bakteri
ataupun organisme lainnya, terutama untuk vaksin yang digunakan secara berulang
atau split dose/multidose.
Merkuri yang terdapat dalam
Thimerosal (ethyl merkuri) berbeda dengan metil merkuri yang diasosiasikan
sebagai material yang bereaksi toxic pada manusia. Dikarenakan sangat
terbatasnya informasi mengenai toksisitas dari ethyl merkuri ini tidak berbeda
dengan metil merkuri.
Yang menjadi latar belakang
kekhawatiran dari penggunaan thimerosal ini sebenarnya adalah kemungkinan
terjadinya akumulasi pengguna merkuri dari jenis vaksin yang berbeda.
Sebagai pengawet batas ambang
penggunaan thimerosal yang diperbolehkan adalah 0.003%-0.01% dan dalam HB VAX
hanya mengandung 0.005%, jumlah yang sangat kecil sekalidan sangat aman.
Sebagai informasi tambahan perlu
diingat bahwa vaksin yang mengandung thimerosal sudah digunakan lebih dari 60
tahun diseluruh dunia, membantu menyelamatkan berjuta-juta anak dari ancaman
penyakit yang berbahaya tanpa adanya laporan efek samping yang serius dari
thimerosal tersebut.
AAP (American Academy Pediatrics)
dan WHO (World Health Organization) tetap merekomendasikan pengguanaan vaksin
yang mengandung thimerosal sebagai benefit untuk pencegahan penyakit yang
berbahaya dibandingkan kekhawatiran yang hanya bersifat teoritis semata
terhadap thimerosal.
Ini sumary, handling objection
terhadap thimerosal adalah sebagai berikut :
- Vaksin yang mengandung thimerosal sudah digunakan lebih dari 60 tahun di seluruh dunia.
- Tidak ada bukti yang scientific tentang bahaya atau resiko dari thimerosal yang terdapat dalam vaksin, hanya kekhawatiran teoritis semaja.
- Resiko atau bahaya dari infeksi penyakit hepatitis lebih nyata dan jauh lebih berbahaya dibandingkan issue tentang thimerosal.
- WHO dan AAP tetap merekomendasikan penggunaan vaksin yang mengandung thimerosal ini.
Apakah merkuri dan berapa batasan
amannya
Mercuri In Vaccines (Medical
Progress-March 2003)
Thimerosal digunakan sebagai
pengawet dalam beberapa vaksin, sifat antimikrobanya tergantung dari kandungan
kecil ethyl merkurinya sekitar (sekitar 12,5 sampai 25 g untuk dosis standar
vaksin pada anak-anak). Para petugas di Amerika sudah membuktikan bahwa level
merkuri pada bayi yang diberikan vaksinasi masih berada pada bayi yang
diberikan vaksinasi masih berada pada batasan yang aman.
Mereka melakukan study pada 31 bayi
berusia 2 bulan, dan 30 bayi usia 6 bulan yang menerima vaksin dengan kandungan
merkuri (40) atau vaksin yang bebas merkuri (21)-(hepatitis B dan DpaT, dan
untuk beberapa anak termasuk juga Hib). Pemeriksaan dilakukan terhadap terhadap
preparat darah, urine maupun kotoran 3-28 hari setelah vaksinasi.
Diantara bayi usia 2 bulan yang
diberikan vaksin yang mengandung merkuri, konsentrasi darah yang mengandung
merkuri berkisar antara kurang dari 3.75-20.55 nmol/l. Sedangakan pada grup
usia 6 bulan adalah kurang dari 7.5 nmol/l.
Grup thimerosal mempunyai tingkat
mercury yang lebih tinggi ditemukan pada kotoran, bukan pada urine. Adapun
waktu paruh merkuri dalam darah adalah 7 hari.
Merkuri dalam thimerosal
diekskresikan atau dikeluarkan secara cepat melalui kotoran bayi. Konsentrasi
pada darah setelah vaksinasi sangatlah rendah. Adapun konsentrasi yang aman
pada darah adalah 29 nmol.l.
Kesimpulan :
Pemberiaan vaksin yang mengandung
merkuri tidak menyebabkan konsentrasi merkuri pada darah yang melewati batas
aman pada bayi. Etilmerluri kelihatannya diekskresikan dari darah secara cepat
melalui kotoran setelah pemberian vaksinyang mengandung merkuri secara
parerenta.
Sebuah pengadilan federal khusus
baru-baru ini keluar dengan hukumnya yang thimerosal tidak bertanggung jawab
atas menyebabkan autisme, suatu kondisi yang mempengaruhi anak-anak mereka
dan keterampilan komunikasi interaktif.
|
Pengadilan menyatakan simpati
terhadap orang tua yang telah berperang ini pertempuran untuk waktu yang lama,
tetapi menyatakan bahwa tidak ada koneksi yang telah berhasil dibangun antara
autisme dan thimerosal, yang merupakan bahan pengawet yang mengandung merkuri.
Putusan itu oleh pengadilan vaksin,
yang merupakan cabang khusus dari Pengadilan Federal AS Klaim. Ini telah
dibentuk untuk tujuan penanganan klaim sedemikian rupa sehingga hasilnya dari
cedera karena vaksin. Meskipun orang tua berhasil untuk menghasilkan saksi ahli
yang menyatakan bahwa merkuri mampu mempengaruhi otak, pengadilan
mengesampingkan hubungannya dengan autisme. Namun, penguasa baru ini tidak
berarti bahwa perselisihan itu berakhir, karena naik banding ke pengadilan lain
dapat dibuat. Masalah ini telah berhasil menciptakan ketakutan tentang vaksin
meskipun, dengan beberapa orang tua sekarang memilih untuk menghindari mereka.
Autism Speaks, kelompok advokasi,
mengatakan bahwa manfaat dari vaksinasi harus dipertimbangkan atas risiko yang
ditanggung yang sedang berbicara tentang, dan sangat dianjurkan orang tua untuk
mendapatkan anak-anak mereka divaksinasi. Kelompok ini juga menyebutkan bahwa
meskipun pada saat ini belum ada hubungan yang nyata antara autisme dan vaksin,
akan mendukung penelitian di bidang ini.
Setelah banjir baru-baru ini
peristiwa dan perhatian orang tua di seluruh negeri, thimerosal tidak lagi
digunakan sebagai pengawet di hampir semua vaksin yang dibuat di AS.
0 komentar:
Posting Komentar